Soalan:
Keyakinan kaum Muslim akan kembalinya Khilafah ‘ala Minhaj Nubuwwah semakin meningkat. Namun, ada sebagian yang percaya, bahwa Khilafah akan berdiri sendiri, karena sudah merupakan janji Allah. Caranya, dengan menurunkan Imam Mahdi. Pertanyaannya, benarkah Imam Mahdi yang akan mendirikan Khilafah? Ataukah kaum Muslim yang mendirikannya, kemudian lahirlah Imam Mahdi?
Jawapan:
Pertama: Kalaupun ada hadis yang menunjukkan Imam Mahdi akan mendirikan Khilafah, maka hadis tersebut tetap tidak boleh dijadikan alasan untuk menunggu berdirinya Khilafah. Sebab, berjuang untuk menegakkan Khilafah hukumnya tetap wajib bagi kaum Muslim, sebagaimana hadis Nabi saw.:
مَنْ خَلَعَ يَدًا مِنْ طَاعَةِ اللهِ لَقِيَ اللهَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لاَحُجَّةَ لَهُ، وَمَنْ مَاتَ وَلَيْسَ فِيْ عُنُقِهِ بَيْعَةٌ مَاتَ مِيْتَةً جَاهِلِيَّةً
Siapa saja yang melepaskan tangannya dari ketaatan kepada Allah, niscaya dia akan menjumpai Allah pada Hari Kiamat tanpa mempunyai hujah. Siapa saja yang mati, sedangkan di atas pundaknya tidak terdapat baiat, maka dia mati dalam keadaan jahiliah. (HR Muslim).1
Manthûq hadis di atas menyatakan, “Siapa saja yang mati, ketika Khilafah sudah ada, dan di atas pundaknya tidak ada baiat, maka dia mati dalam keadaan jahiliah.” Atau “Siapa yang mati, ketika Khilafah belum ada, dan dia tidak berjuang untuk mewujudkannya, sehingga di atas pundaknya ada baiat, maka dia pun mati dalam keadaan mati jahiliah.”
Karenanya, kewajiban tersebut tidak akan gugur hanya dengan menunggu datangnya Imam Mahdi.
Kedua: Memang banyak hadis yang menuturkan akan lahirnya Imam Mahdi, namun tidak satu pun dari hadis-hadis tersebut menyatakan bahwa Imam Mahdilah yang akan mendirikan Khilafah. Hadis-hadis tersebut hanya menyatakan bahwa Imam Mahdi adalah seorang khalifah yang salih, yang akan memerintah dengan adil, dan akan memenuhi bumi dengan keadilan, sebagaimana sebelumnya telah dipenuhi dengan kezaliman dan penyimpangan. Abi Said al-Hudhri ra. berkata, bahwa Nabi saw. pernah bersabda:
لاَ تَقُوْمُ السَّاعَةُ حَتَّى تَمْتَلِيءَ الأَرْضُ ظُلْمًا وَعُدْوَانًا، ثُمَّ يَخْرُجُ رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ بَيْتِيْ أَوْ عِتْرَتِيْ فَيَمْلَؤُهَا قِسْطًا وَعَدْلاً كَمَا مُلِئَتْ ظُلْمًا وَعُدْوَانًا
Hari Kiamat tidak akan tiba, kecuali setelah bumi ini dipenuhi dengan kezaliman dan permusuhan. Setelah itu, lahirlah seorang lelaki dari kalangan keluargaku (Ahlul Bait), atau keturunanku, sehingga dia memenuhi dunia ini dengan keseimbangan dan keadilan, sebagaimana sebelumnya telah dipenuhi dengan kezaliman dan permusuhan. (HR Ibn Hibban).2
Dalam riwayat lain, Abdullah menuturkan bahwa Nabi Rasulullah saw. bersabda:
لاَ تَقُوْمُ السَّاعَةُ حَتَّى يَمْلِكَ النَّاسَ رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ بَيْتِي يُوَاطِىءُ اسْمَهُ اسْمِي وَاسْمَ أَبِيْهِ اسْمُ أَبِيْ فَيَمْلَؤُهَا قِسْطًا وَعَدْلاً
Hari Kiamat tidak akan tiba, kecuali setelah manusia ini diperintah oleh seorang lelaki dari kalangan keluargaku (Ahlul Bait), yang namanya sama dengan namaku, dan nama bapaknya juga sama dengan nama bapakku. Dia kemudian memenuhi dunia ini dengan keseimbangan dan keadilan. (HR Ibn Hibban).3
Ketiga: Hanya saja, terdapat riwayat yang menyatakan, bahwa Imam Mahdi tersebut lahir setelah berdirinya Khilafah, bukan sebelumnya. Ummu Salamah menyatakan bahwa Rasulullah saw. bersabda:
يَكُوْنُ اخْتِلاَفٌ عِنْدَ مَوْتِ خَلِيْفَةٍ فَيَخْرُجُ رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ المَدِيْنَةِ هَارِبًا إِلَى مَكَّةَ فَيَأْتِيْهِ نَاسٌ مِنْ أَهْلِ مَكَّةَ فَيَخْرُجُوْنَهُ وَهُوَ كاَرِهٌ فَيُبَايِعُوْنَهُ بَيْنَ الرُّكْنِ وَالْمَقَامِ وَيُبْعَثُ إِلَيْهِ بَعْثٌ مِنَ الشَّامِ فَيُخْسِفَ بِهِمْ بِالبَيْدَاءِ بَيْنَ مَكَّةَ وَالمَدِيْنَةِ فَإِذَا رَأَى النَّاسُ ذَلِكَ أَتَاهُ أَبْدَالُ الشَّامِ وَعَصَائِبُ أهْلِ العِرَاقِ فَيُبَايِعُوْنَهُ، ثُمَّ يَنْشَأُ رَجُلٌ مِنْ الشَّامِ أَخْوَالُهُ كَلْبٌ فَيَبْعَثُ إِلَيْهِمْ بَعْثًا فَيُظْهِرُوْنَ عَلَيْهِمْ وَذَلِكَ بَعْثُ كَلْبٍ وَالْخَيْبَةِ لِمَنْ لَمْ يَشْهَدْ غَنِيْمَةَ كَلْبٍ فَيُقَسِّمُ المَالَ وَيَعْمَلُ فِي النَّاسِ.. وَيُلْقِيَ الإِسْلاَمَ بِجِرَانِهِ فِي الأَرْضِ فَيَلْبَثُ سَبْعَ سِنِيْنَ ثُمَّ يَتَوَفَّى وَيُصَلِّى عَلَيْهِ الُمسْلِمُوْنَ وَفِي رِوَايَةٍ فَيَلْبَثُ تِسْعَ سِنِيْنَ
Akan muncul pertikaian saat kematian seorang khalifah. Kemudian seorang lelaki penduduk Madinah lari diri ke Kota Makkah. Penduduk Makkah pun mendatanginya, seraya memintanya dengan paksa untuk keluar dari rumahnya, sementara dia tidak mau. Lalu mereka membaiatnya di antara Rukun (Hajar Aswad) dan Maqam (Ibrahim). Disiapkanlah pasukan dari Syam untuknya hingga pasukan tersebut meraih kemenangan di Baida’, tempat antara Makkah dan Madinah. Tatkala orang-orang melihatnya, dia pun didatangi oleh para tokoh Syam dan kepala suku dari Irak, dan mereka pun membaiatnya. Kemudian muncul seorang (musuh) dari Syam, yang paman-pamannya dari suku Kalb. Dia pun mengirimkan pasukan untuk menghadapi mereka, lalu Allah memenangkannya atas pasukan dari Syam tersebut, Pasukan itu adalah pasukan (yang didorong oleh ambisi) suku Kalb dan itulah kekalahan bagi orang yang tidak mendapatkan ghanîmah Kalb. Al-Mahdi lalu membagi-bagikan harta-harta tersebut dan bekerja di tengah-tengah masyarakat… menyampaikan Islam ke wilayah di sekitarnya. Tidak lama kemudian, selama tujuh tahun, dia pun meninggal dunia, dan dishalatkan oleh kaum Muslim (Dalam riwayat lain dinyatakan, tidak lama kemudian, selama sembilan tahun). (HR ath-Thabrani)
Hadis di atas dengan jelas menyatakan, bahwa akan lahir khalifah baru setelah meninggalnya khalifah sebelumnya. Sebagaimana yang dinyatakan dalam ungkapan:
يَكُوْنُ اخْتِلاَفٌ عِنْدَ مَوْتِ خَلِيْفَةٍ فَيَخْرُجُ رَجُلٌ
Akan muncul pertikaian saat kematian seorang khalifah. Kemudian keluarlah seorang lelaki..” (HR ath-Thabrani).
Dengan demikian, pandangan yang menyatakan bahwa Imam Mahdilah yang akan mendirikan Khilafah Rasyidah Kedua jelas merupakan pandangan yang lemah. Demikian juga pandangan yang menyatakan bahwa tidak perlu berjuang untuk menegakkan Khilafah, karena tugas itu sudah diemban oleh Imam Mahdi, sehingga kaum Muslim sekarang tinggal menunggu kedatangannya, adalah juga pandangan yang tidak berdasar.
Jadi, jelas sekali bahwa Imam Mahdi bukanlah orang yang mendirikan Khilafah, dan dia bukanlah khalifah yang pertama dalam Khilafah Rasyidah Kedua yang insya Allah akan segera berdiri tidak lama lagi.
Karena itulah, tidak ada pilihan lain bagi setiap Muslim yang khawatir akan mati dalam keadaan jahiliah, selain bangkit dan berjuang bersama-sama para pejuang syariah dan Khilafah hingga syariah dan Khilafah tersebut benar-benar tegak di muka bumi ini. Allâhu akbar! [Ust Hafidz Abdurrahman]
Nukilan peribadi berdasarkan pengkajian, analisis dan pemerhatian mengenai isu umat Islam, politik dan ilmu kewangan.
Tuesday, August 11, 2015
Monday, August 10, 2015
Tidur Lepas Subuh Tercela?
Ada beberapa mesej "dakwah" yang disebarluas di applikasi whats app berkenan dengan keburukan tidur selepas subuh terutama dalam bulan Ramadhan. Kecenderungan menghina sehingga dikatakan perbuatan itu seperti menjadi bangkai anjing, merujuk kononnya perbuatan itu teramat jelek...
Tidak perlu diperbahaskan lagi, perbuatan tidur lepas subuh tu mubah (harus) dalam hukum Islam selama mana tidak meninggalkan kewajipan. Dalam menjustifikasi sesuatu perbuatan, harus diperhatikan unsur di luar perbuatan itu terlebih dahulu. Ada orang tidur lepas subuh selepas semalaman berqiamulail, bertahajud, beribadat sepanjang malam. Ada pula ibu-ibu menyusukan anak di malam hari, melayan anak yang sakit dan sebagainya. Ada pula pekerja yang memang kerja shift malam, jadi mereka akan tidur selepas subuh. Ada pula orang yang akan bekerja dari pagi sehingga malam, tidur seketika bagi menghilangkan mengantuk sebab sepanjang hari dia akan sibuk dengan pelbagai urusan yang penting dan tak ada masa untuk rehat. Maksudnya, selama mana Islam tidak mengharamkan sesuatu perbuatan, tidak perlulah melampaui batas mencela.
Allah lah meletakkan hukum mubah, sunat (mandub), wajib dan makruh tu pada tempatnya. Dengan memerhatikan unsur di luar perbuatan, barulah kita fahami kenapa dalam kadaan tertentu, perbuatan membunuh (sebagai contoh) jadi sangat tercela, dan dalam masa yang sama menjadi mulia bahkan kewajipan dalam situasi yang lain.
وخرج ابن أبي شيبة في مصنفه ( 5/223 رقم 25454 ) من حديث أبي يزيد المديني قال : غدا عمر على صهيب فوجده متصبّحاً ، فقعد حتى استيقظ ، فقال صهيب : أمير المؤمنين قاعد على مقعدته ، وصهيب نائم متصبّح !! فقال له عمر : ما كنت أحب أن تدع نومة ترفق بك .
Dari Abu Yazid al Madini, “Pada suatu pagi Umar pergi ke rumah Suhaib namun Suhaib sedang tidur pagi. Umar pun duduk menunggu sehingga Suhaib bangun”. Ketika bangun Suhaib berkomentar, “Amirul mukminin duduk menunggu sedangkan Suhaib tidur pagi”. Umar mengatakan, “Aku tidak suka jika kau tinggalkan tidur yang bermanfaat bagimu”. [Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah no 25454].
الحسن ما حسنه الشرع والقبيح ما قبحه الشرع
Yang terpuji adalah apa yang dipuji oleh syarak dan yang tercela adalah apa yang dicela oleh syarak. Selagi tiada dalil celaan dan tiada pula pujian, ia akan tetap kepada yang asal iaitu mubah dalam konteks umum perbuatan jibiliyyah(tidur).
Cuma sebahagian daripada salafussoleh tidak menyukai tidur setelah subuh sedangkan ada yang berbuat spt itu seperti Suhaib r.a
Allahualam.
Subscribe to:
Posts (Atom)