Terdapat banyak riwayat yang menunjukkan adanya perbedaan antara lafaz azan biasa dengan lafadz azan ketika hujan. berikut beberapa riwayat yang menunjukkan hal tersebut,
Pertama, dari Nafi’ dari Ibnu Umar
أَنَّهُ نَادَى بِالصَّلاَةِ فِى لَيْلَةٍ ذَاتِ بَرْدٍ وَرِيحٍ وَمَطَرٍ فَقَالَ فِى آخِرِ نِدَائِهِ أَلاَ صَلُّوا فِى رِحَالِكُمْ أَلاَ صَلُّوا فِى الرِّحَالِ. ثُمَّ قَالَ إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ يَأْمُرُ الْمُؤَذِّنَ إِذَا كَانَتْ لَيْلَةٌ بَارِدَةٌ أَوْ ذَاتُ مَطَرٍ فِى السَّفَرِ أَنْ يَقُولَ أَلاَ صَلُّوا فِى رِحَالِكُمْ.
Ibnu Umar pernah azan untuk solat di malam yang dingin, anginnya kencang dan hujan, kemudian dia mengatakan di akhir adzan,
Alaa shollu fi rihaalikum,
Alaa shollu fir rihaal’
[Solatlah di rumah kalian, solatlah di rumah kalian]’.
Kemudian beliau mengatakan,”Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa menyuruh muadzin, apabila cuaca malam dingin dan berhujan ketika beliau safar untuk mengucapkan, ’Alaa shollu fi rihaalikum’ [Solatlah di tempat kalian masing-masing]’. (HR. Muslim no. 1633 dan Abu Daud no. 1062)
Kedua, dari Nafi’, beliau menceritakan:
أَنَّ ابْنَ عُمَرَ أَذَّنَ بِالصَّلاَةِ فِى لَيْلَةٍ ذَاتِ بَرْدٍ وَرِيحٍ فَقَالَ أَلاَ صَلُّوا فِى الرِّحَالِ. ثُمَّ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَأْمُرُ الْمُؤَذِّنَ إِذَا كَانَتْ لَيْلَةٌ بَارِدَةٌ ذَاتُ مَطَرٍ يَقُولُ « أَلاَ صَلُّوا فِى الرِّحَالِ ».
“Ibnu Umar pernah azan ketika solat di waktu malam yang dingin dan berangin. Kemudian beliau mengatakan ‘Alaa shollu fir rihaal’ [solatlah di rumah kalian].
Kemudian beliau mengatakan,”Dulu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan mu’adzin ketika keadaan malam itu dingin dan hujan, untuk mengucapkan ‘Alaa shollu fir rihaal’ [hendaklah kalian solat di rumah kalian].”(HR. Muslim no. 1632 dan Abu Daud no. 1063)
Ketiga, dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, beliau berpesan mu’adzin pada saat hujan,
إِذَا قُلْتَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ فَلاَ تَقُلْ حَىَّ عَلَى الصَّلاَةِ قُلْ صَلُّوا فِى بُيُوتِكُمْ
“Apabila engkau selesai mengucapkan ‘Asyhadu allaa ilaha illalloh, asyhadu anna Muhammadar Rasulullah’, maka janganlah engkau ucapkan ‘Hayya ’alash sholaah’. Tetapi ucapkanlah ‘Sholluu fii buyutikum’ [Solatlah di rumah kalian].
قَالَ : فَكَأَنَّ النَّاسَ اسْتَنْكَرُوا ذَاكَ فَقَالَ أَتَعْجَبُونَ مِنْ ذَا قَدْ فَعَلَ ذَا مَنْ هُوَ خَيْرٌ مِنِّى إِنَّ الْجُمُعَةَ عَزْمَةٌ وَإِنِّى كَرِهْتُ أَنْ أُحْرِجَكُمْ فَتَمْشُوا فِى الطِّينِ وَالدَّحْضِ.
Masyarakat pun mengingkari perkataan Ibnu Abbas tersebut. Lalu Ibnu Abbas mengatakan, “Apakah kalian merasa hairan dengan hal ini, padahal hal ini telah dilakukan oleh orang yang lebih baik dariku (Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam). (HR. Muslim no. 1637 dan Abu Daud no. 1066).
Dari riwayat di atas, dapat disimpulkan bahwa ada beberapa lafaz azan tambahan ketika hujan sebagai berikut:
1. أَلاَ صَلُّوا فِى الرِّحَالِ (’Alaa shollu fir rihaal’ artinya ‘Solatlah kalian di rumah’)
2. أَلاَ صَلُّوا فِى رِحَالِكُمْ (‘Alaa shollu fi rihaalikum’ artinya ‘Solat kalian di rumah kalian’)
3. صَلُّوا فِى بُيُوتِكُمْ (‘Sholluu fii buyutikum’ artinya ‘Solatlah di rumah kalian’)
Tiga lafaz di atas tidak dibaca semuanya, namun dipilih salah satu.
Letak Lafaz tambahan ‘Shollu Fii Buyuthikum’ atau ‘Ala Shallu fir rihaal’
Azan dilaungkan oleh mujahideen Syiria |
Pertama, menggantikan lafaz ‘hayya ‘alas shalaah’, ini sebagaimana yang disebutkan dalam riwayat Ibnu Abbas di atas.
Kedua, diucapkan langsung setelah selesai azan, sebagaimana yang dinyatakan dalam riwayat Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma.
Ketika menjelaskan hadis Ibnu Abbas, an-Nawawi mengatakan,
وفي حديث بن عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنْ يَقُولَ أَلَا صَلُّوا فِي رِحَالِكُمْ فِي نَفْسِ الْأَذَانِ وَفِي حديث بن عُمَرَ أَنَّهُ قَالَ فِي آخِرِ نِدَائِهِ وَالْأَمْرَانِ جَائِزَانِ نَصَّ عَلَيْهِمَا الشَّافِعِيُّ رَحِمَهُ اللَّهُ تَعَالَى فِي الْأُمِّ فِي كِتَابِ الْأَذَانِ وَتَابَعَهُ جُمْهُورُ أَصْحَابِنَا فِي ذَلِكَ
“Dalam hadis Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu, muadzin mengucapkan ’Alaa shollu fii rihalikum’ di tengah adzan. Sedangkan dalam hadis Ibnu Umar, beliau mengucapkan lafaz ini di akhir azannya. Kedua cara seperti ini dibolehkan, sebagaimana ditegaskan Imam Syafi’i rahimahullah dalam kitab al-Umm pada Bab Azan, dan diikuti oleh majoriti ulama mazhab kami (syafi’iyah). (Syarh Shahih Muslim oleh an-Nawawi, 5:207)
Lebih lanjut, an-Nawawi menganjurkan agar dilakukan setelah azan. Beliau mengatakan:
فَيَجُوزُ بَعْدَ الْأَذَانِ وَفِي أَثْنَائِهِ لِثُبُوتِ السُّنَّةِ فِيهِمَا لَكِنَّ قَوْلَهُ بَعْدَهُ أَحْسَنُ لِيَبْقَى نَظْمُ الْأَذَانِ عَلَى وَضْعِهِ
Lafaz ini boleh diucapkan setelah azan maupun di tengah-tengah azan, karana terdapat dalil untuk kedua bentuk azan ini. Akan tetapi, sesudah azan lebih baik, agar lafadz azan yang biasa diucapkan, tetap ada. (Syarh Shahih Muslim oleh an-Nawawi, 5:207)
Allahu a’lam
Ditulis oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina KonsultasiSyariah.com)
No comments:
Post a Comment